Selasa, 24 Oktober 2017

Ketika Penyusup Menyerang Tubuh Manusia

Tidak mudah bagi agen musuh untuk masuk tubuh. Terlebih dahulu, dia harus menerobos atau menyusup pada ring-ring keamanan yang sudah disiapkan. Namun, adakalanya saat-saat para penjaga ini lengah, kurang antisipasi, dan sebagainya. Misalnya, saat paparan agen musuh yang sangat banyak dan dalam waktu yang sangat lama. Atau, bisa juga keadaan luar biasa yang terjadi di dalam tubuh itu sendiri, misalnya seperti terjadi truma fisik berupa luka.

Ketika terjadi luka, sel yang terluka–ataupun sel yang terinfeksi oleh patogen–tidak tinggal diam. Sel yang terinfeksi ini mengeluarkan suatu bahan kimiawi yang disebut histamin. Zat kimia ini seperti “teriakan” minta tolong, yang kemudian memberikan sinyal kepada pembuluh darah agar segera membuka diri. Biarkan pasukan patroli yang bertugas untuk masuk dan melihat kejadian! Segera saja setelah “teriakan” ini–dua hingga tiga jam sejak terjadinya luka–fagosit sudah berhasil menerobos pembuluh darah dan berada di lokasi kejadian.
Begitu histamin dirilis oleh sel yang terluka, pembuluh darah membuka diri bagi fagosit sehingga terjadi pertempuran dengan agen musuh. Pertempuran ini biasanya memunculkan kemerahan dan bengkak di bagian luka. Ini sekaligus pertanda terjadinya reaksi radang.
Begitu fagosit berhasil memasuki lokasi kejadian, ia segera mengambil tindakan terhadap agen musuh. Golongan neutrofil menelan agen-agen musuh dan golongan makrofag merobek-robeknya hingga menjadi potongan-potongan kecil. Sementara mereka bertindak, rombongan fagosit yang lain terus datang berbondong-bondong membantu teman-teman yang selainnya untuk bertempur melawan agen musuh  di medan pertarungan. Di antara yang bertarung ini mungkin sudah ada yang gugur.
Ketika musuh tidak bisa dilumpuhkan oleh hanya dengan barisan fagosit dan harus melibatkan barisan yang lainnya, maka beberapa fagosit, yaitu makrofag, kembali ke barisan belakang atau kembali ke markas besar dengan membawa pesan. Robekan tubuh musuh yang ia dapatkan, ia kibar-kibarkan. Seperti suatu sirine bala bantuan, sambil berlari menuju pos penjagaan terdekat. Di pos penjagaan ini, barisan limfosit-T maupun limfosit-B mempelajari robekan tubuh agen musuh untuk mengenali karakteristik musuh yang dihadapi.
Limfosit yang diperkenankan pertama kali membaca ID Card musuh adalah limfosit-T helper. Sekalipun tidak diandalkan dari segi keahlian membunuh, limfosit-T helper punya kemampuan reseptor hebat dalam membaca antigen musuh. Sekalipun di alam ini terdapat ratusan juta antigen, umumnya limfosit-T dapat mengenali antigen dengan ragam yang sedemikian besar itu tanpa sedikitpun terkecoh. Suatu kecerdasan yang memang luar biasa dari pasukan sistem imun tubuh.
Setelah tahu apa yang dibutuhkan berdasarkan ID Card ini. Limfosit-T helper langsung mengambil alih komando untuk memerintahkan barisan barisan berikutnya, yaitu limfosit-T killer dan limfosit-B agar segera melakukan replikasi (memperbanyak diri). Selanjutnya, limfosit-T killer, termasuk makrofag, terjun ke medan perang secara besar-besaran.
Limfosit-T killer memicu proses kimia yang menyebabkan dinding sel bakteri bocor. Pada virus yang beraksi di dalam sel tubuh, sel-T killer juga menghadapinya dengan menempelkan diri pada sel yang terinfeksi, lalu menembakkan bola-bola beracun ke dalam tubuh sel yang sakit ini. Akhirnya, sel tubuh yang terinfeksi virus menjadi mati, dan secara otomatis, virus yang menginfeksi juga ikut mati.

Limfosit-B di limpa dan getah bening pun beraksi dengan bekal senjata yang dimiliki, yaitu antibodi. Antibodi ini ditembakkan. Ketika antibodi mengenai sasaran, yaitu antigen musuh, musuh pun lumpuh. Antibodi memiliki lengan yang akan memagut antigen musuh. Dengan cara sepertin ini, proses pelumpuhan musuh pun dilakukan oleh limfosit-B. Di antara antigen, ada yang merupakan racun yang dikeluarkan oleh tubuh agen musuh. Pada kasus ini antibodi menawarkan atau menetralisasi racun yang ada, sehingga sel-sel tubuh menjadi aman. Pelumpuhan musuh oleh limfosit-B dapat pula dengan cara tidak langsung, yaitu dengan menjadi perantara. Dalam hal ini pagutan antibodi yang dilakukan limfosit-B kepada agen musuh akan membantu fagosit menelan agen musuh. Kerja sama seperti ini pernting dalam melawan bakteri-bakteri yang resistan.Pelumpuhan terhadap musuh juga dilakukan dengan upaya peledakan. Dalam upaya ini, tubuh memproduksi suatu senyawa yang disebut komplemen. Persenjataan berupa komplemen ini biasa digunakan untuk mengatasi agen musuh yang resisten. Bakteri dengan selubung lendir menyulitkan fagosit golongan makrofag untuk merobek-robeknya, nah, komplemen ini hadir sebagai solusi.
Dengan turunnya limfosit-B ke medan laga, tinggal satu barisan pasukan imun yang belum beraksi: limfosit-T supresor. Limfosit-T supresor ini berperan sebagai regu peredam. Ketika pertempuran sudah hampir usai dan dimenangi oleh pasukan imun tubuh, limfosit-T supresor mengambil alih kendali instruksi lapangan, emmerintah kepada limfosit-T killer dan limfosit-B untuk mengakhiri pertempuran. Demikian pula kepada limfosit-T helper untuk menghentikan “teriakan-teriakan” mobilisasi pasukan.
Di tengah keadaan yang mulai tenang itu, puing-puing sisa pertempuran berserakan. Saat inilah pasukan patroli fagosit mulai sibuk. Mereka memperbaiki jaringan yang rusak. Inilah masa pembangunan menyongsong masa damai. Sehat walafiat bagi tubuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar