Selasa, 26 November 2013

Keluarga Kecilku



Namaku Alfitri Muntiara Suci. Lahir di Trenggalek, 15 Januari 1999. Aku punya seorang adik laki-laki dan orang tua tentunya. Tapi kini aku dan adikku telah menjadi anak yatim. Aku akan bercerita tentang keluarga kecilku ini.



Pertama aku akan bercerita tentang Alm. ayah yang sangat aku sayangi. Ayah meninggalkan kami saat aku masih menduduki bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Dan tepat 2 hari setelahnya, adikku genap berumur 3 tahun. Kematian ayah yang tiba-tiba itu membuat kami sekeluarga shock. Tidak ada tanda-tanda yang aneh. Semua berjalan seperti biasanya.
Terkadang aku berfikir, apakah kematian ayah karena diriku? Aku berfikir seperti itu, karena suatu hari, aku pernah berdo’a pada Allah. “Ya Allah mengapa ayah selalu bersikap kasar padaku? Aku tahu aku salah, tapi apa harus seperti ini? Tidakkah itu berlebihan?” Dan beberapa hari setelah itu, ayah meninggalkan kami. Meninggalkan anak bungsunya yang masih sangat belia. Meninggalkan semuanya. Dan benar-benar sudah tak ada lagi yang memarahiku, mengomeliku, ataupun memukulku.
Mengingat hal itu, aku merasa sangat bersalah. Aku benar-benar menyesal telah melakukannya. Kini aku merindukannya. Merindukan suaranya saat meneriakiku, dengkurannya saat tidur, dan juga sentuhannya. Aku baru sadar betapa berharganya ayah saat aku sudah kehilangannya. Walaupun ayah bersikap keras terhadapku, tapi aku sadar kalau itu semua untuk kebaikanku. Tidak ada induk harimau yang tega memakan anaknya sendiri kan. Dibalik semua sikap keras ayah, aku tahu jauh dilubuk hatinya, ayah sangat menyayangiku.
Tapi apa yang telah kulakukan? Tak pernah sekalipun aku membuatnya bangga. Selama hidupnya, aku selalu membuatnya menderita. Jika waktu dapat kuputar kembali, aku akan memperbaiki semuanya. Tapi aku tahu itu semua mustahil. Dan kini, yang bisa kulakukan hanyalah memohon agar ayah mendapatkan ketenangan di alam kubur.
Kini ayah telah tiada, dan semua tanggung jawabnya menjadi tanngung jawab ibu. Ibu adalah orang yang paling tertekan dan menderita dalam hal ini. Tapi untunglah ibu masih kuat menjalaninya. Kuakui apa yang ibu jalani sekarang sangatlah berat. Terlebih, ibu hanya bekerja sebagai karyawan swasta. Upahnya dalam sebulan belum tentu bisa memenuhi semua kebutuhan hidup kami. Dan lagi, ibu harus bekerja dari pagi hingga malam. Terkadang, ibu masih harus masuk kerja walau di hari libur sekalipun, hanya untuk mendapat uang tambahan. Ibu benar-benar bekerja keras untuk kami. Belum lagi adik yang kini sudah bersekolah. Ibu memilih untuk menyekolahkannya di sebuah sekolah, dimana sekolah tersebut juga menyediakan jasa penitipan anak. Letak sekolah tersebut lumayan jauh dari rumah, tapi ibu memutuskan untuk mengantar-jemputnya sendiri. Bisa kubayangkan bagaimana lelahnya ibu saat sampai di rumah.
Karena ia lelah, suasana hatinya buruk, dan itu yang menjadi penyebab mengapa ibu mudah sekali marah. Tak jarang ibu mengomeliku, membuatku kesal hingga kehilangan nafsu makanku. Tapi, ibu tak pernah memukulku¾kecuali jika ia benar-benar marah.¾ Ia lebih memilih mengomeliku hingga mulutnya berbusa daripada harus memukuliku. Pernah suatu hari, tanpa disengaja aku telah berbuat kesalahan¾entah apa itu, aku juga tak tahu hingga sekarang.¾ Hal pertama yang ibu lakukan yaitu mengomeliku seperti sebelum-sebelumnya. Lalu kufikir semua sudah berakhir. Setelah ibu mengomeliku, ia akan kembali normal, seperti hal itu tak pernah terjadi. Tapi ternyata tidak. Ibu memang tidak mengomeliku atau melakukan apapun yang membuatku kesal. Tapi ia terus mendiamiku selama tiga hari. Dan itu membuatku tersiksa. Aku merasa serba-salah. Dan aku benci dengan kondisi seperti itu.
Jika ibu marah, aku harus menjadi air agar bisa mendinginkannya. Aku jadi ingat saat ibu berkata, “Meminta maaflah terlebih dahulu, sebelum mengakui kesalahanmu. Dengan begitu, ibu tidak akan semarah itu.” Ibu benar. Semua yang dikatakan ibu benar. Dan ibu marah bukan tanpa alasan. Ia pasti memiliki alasan tertentu. Mungkin itu adalah salah satu cara ibu mendidikku, agar aku sadar bahwa yang aku lakukan salah. Atau bisa jadi karena tamu bulanannya. Atau karena ia terlalu lelah. Jadi, aku juga harus bisa mengerti ibu. Kau tak bisa meminta orang lain untuk terus mengertimu, sementara kau tak mau mengerti orang lain.
Aku salut pada ibu. Ketegaran hatinya, dan semua kerja kerasnya. Ibu adalah sosok yang luar biasa dimataku. Aku menyebutnya ‘Wanita Perkasa’. Ibu melakukan semua perkerjaan yang bisa ia lakukan sendiri. Ibu pernah bilang padaku. “Jadi perempuan itu harus serbabisa, jangan mengandalkan laki-laki.” Aku ingin menjadi wanita perkasa seperti ibu.
Sekarang tentang adik kecilku. Ia bernama Cahya Ihsanandra Sahputra. Panggil saja ia Nandra. Aku dan adik kecilku ini berbeda sembilan tahun. Saat ia kecil, aku gemas sekali padanya. Kepalanya yang bulat dan pipinya yang seperti bakpao. Aku masih ingat saat ia berfoto memakai kacamata hitam kotak dengan frame kuning yang senada dengan pakaiannya. Ia benar-benar terlihat seperti Boboho. Masih kusimpan foto itu.
Dulu, saat masih ada ayah, setiap pagi adik akan diajak ayah berjalan-jalan. Dan sore harinya, saat ayah pulang kerja, ayah akan mengajaknya berkeliling atau melihat kereta yang biasanya lewat di dekat RSAL. Tapi itu dulu. Sekarang, adik sudah tumbuh menjadi bocah lelaki yang pintar. Ya, adikku itu lebih pintar dari aku. Saat aku masih seumuran dengannya dulu, aku belum bisa menaiki sepeda roda dua dan membaca. Tapi adikku sudah bisa melakukannya. Ia juga aktif dan punya banyak teman. Sayangnya, ayah tidak bisa melihatnya.
Sejujurnya aku tidak begitu rukun dengan adik kecilku itu. Terkadang adikku yang satu itu memang bertingkah menyebalkan. Menyembunyikan alat tulisku, menggangguku saat belajar, dan bertindak semaunya sendiri. Seperti yang ia lakukan padaku, aku pun sama. Terkadang aku juga memulai pertengkaran kecil itu dengannya. Walau terkadang aku membencinya dan suka bertindak kasar padanya, tapi itu tidaklah mengubah kenyataan bahwa aku adalah kakaknya, dan dia adalah adikku. Itu sudah menjadi takdir. Dan aku harus menerimanya. Sekuat apapun aku membencinya, tidak akan bisa mengubur ikatan batin diantara kita.
Pernah suatu hari, saat aku pulang ke rumah, aku tidak melihat seorangpun di sana. Aku sendirian. Sampai terdengar suara motor yang begitu familiar berhenti tepat di depan rumah. Sontak aku langsung membuka pintu dan ingin sekali bertanya, “Kemana semua orang?” Belum sempat aku bersuara, ayah sudah lebih dulu menarikku untuk naik ke atas motornya. Aku hanya menurut saja. Sampai motor itu memasuki area rumah sakit. Aku bertanya-tanya dalam hati, “Sebenarnya siapa yang sakit.” Seakan bisa membaca fikiranku, ayah berkata, “Adikmu dirawat di rumah sakit. Tadi pagi badannya panas sekali.” Tepat saat itu juga, mataku menangkap sosok ibu yang berjalan ke arahku. Aku segera memeluk ibu dan bertanya tentang keadaan adik. Sesampainya di ruang rawat adik, aku sangat prihatin dan khawatir melihat kondisinya. Seorang anak berumur 1,5 tahun berbaring lemas di ranjang rumah sakit dengan selang infus yang terpasang di tangannya. Wajahnya yang pucat, bibirnya yang merah serta pecah-pecah dan mata sayunya. Itu terlihat seperti bukan adikku. Adikku yang kukenal adalah orang yang aktif dan ceria walau sedikit usil. Dari situ aku mulai menyadari bahwa aku menyayanginya. Sangat menyayanginya. Dan ingin sekali melindunginya. Dan betapa bahagianya aku setelah mendengar tawanya saat baru keluar dari rumah sakit. Saat ia besar nanti, aku ingin sekali belajar bersama dengannya, di meja belajar yang sama. Membantunya mengerjakan PRnya. Saling bertukar cerita. Mengajarinya banyak hal, dan melakukan banyak hal bersama. Walau aku tak yakin dengan semua keinginanku itu. Karena, sampai detik ini aku tak bisa berhenti bertengkar dengan adikku. Itu sudah seperti kebiasaan bagi kami. Tak ada hari tanpa bertengkar. Tapi, seperti kata Om Mario Teguh, bahwa setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menunjukkan rasa cintanya¾dalam hal ini, cinta seorang kakak terhadap adiknya, begitu pula sebaliknya.¾
Hidup ini memberiku banyak pelajaran. Dan melalui keluarga kecilku ini aku mendapatkan banyak pelajaran berharga. Dan perlu kalian ingat! Bunga akan mekar, jika ia mendapat guncangan. Guncangan itu yang membuat batangnya tegak. Semakin banyak cobaan yang kau dapat, maka kau akan semakin kuat dan tangguh.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar